PP tentang Pengupahan, PP Nomor 78 Tahun 2015

www.gajibaru.com - PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan - Pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. PP Nomor 78 Tahun 2015 ini menggantikan PP Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.

PP tentang Pengupahan nomor 78 tahun 2015


Upah buruh selalu menjadi isu sensitif tiap tahunnya. Bagi pengusaha, upah sendiri merupakan biaya yang sebisa mungkin diminimalkan untuk memeperoleh keuntungan yang maksimum. Sedangkan bagi pekerja atau buruh, mereka menuntut agar diberikan upah yang layak yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya.

PP Nomor 78 Tahun 2015 ini ditandatangani oleh Presiden RI tanggal 23 Oktober 2015 dan mulai berlaku saat itu juga. Hal-hal penting yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan ini antara lain:


#1. Penghasilan yang Layak


Penghasilan yang layak yang dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya secara wajar harus diterima oleh buruh dari hasil pekerjaannya. Penghasilan yang layak tersebut terdiri atas upah dan pendapatan non upah.

Upah


Upah terdiri atas komponen: upah tanpa tunjangan, atau upah pokok dan tunjangan tetap, atau upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap.

a. Upah tanpa Tunjangan

Upah tanpa tunjangan yaitu sejumlah uang yang diterima oleh pekerja atau buruh secara tetap. Contoh: Seorang buruh bekerja pada Perusahaan A dengan mendapatkan upah bersih sebesar Rp2.500.000,- yang mana besaran upah tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan THR, lembur, pesangon, iuran jaminan sosial, dan lain-lain.

b. Upah Pokok dan Tunjangan Tetap

Upah Pokok adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja atau buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarannya ditetapak berdasarkan kesepakatan antara buruh dengan pemberi kerja.

Sedangkan Tunjangan Tetap adalah pembayaran kepada pekerja atau buruh yang dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran pekerja atau buruh atau pencapaian prestasi kerja tertentu.

Jika komponen upah yang diberikan kepada buruh terdiri atas Upah Pokok dan Tunjangan Tetap, maka besarnya Upah Pokok minimal 75% dari jumlah Upah Pokok dan Tunjangan Tetap.

Contoh: Seorang buruh Perusahaan B menerima Upah sebesar Rp2.000.000,- yang terdiri atas Upah Pokok dan Tunjangan Tetap. Maka upah Pokok minimal adalah 75% x Rp2.000.000,- = Rp1.500.000,-.

c. Upah Pokok, Tunjangan Tetap, dan Tunjangan Tidak Tetap

Tunjangan Tidak Tetap adalah pembayaran secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pekerja/buruh, diberikan secara tidak tetap, dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok. Contohnya: tunjangan transportasi dan uang makan yang dibayarkan berdasarkan kehadiran.

Besarnya upah pokok juga sama dengan di atas, yaitu minimal 75% dari Upah Pokok dan Tunjangan Tetap.

Sebagai contoh: seorang buruh bekerja pada PT C dengan mendapatkan upah sebesar Rp2.500.000,- dimana dari nilai tersebut, sebesar Rp500.000,- merupakan uang makan dan transport. Maka besaran Upah Pokok adalah 75% x (Rp2.500.000 - Rp500.000) = Rp1.500.000,- dan Tunjangan Tetapnya sebesar Rp500.000,-.

Pendapatan Non Upah


Pendapatan Non Upah yang diberikan kepada buruh adalah berupa Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan, dan dapat juga ditambahkan berupa bonus atas keuntungan perusahaan, uang pengganti fasilitas kerja, dan atau servis pada usaha tertentu (usaha perhotelan dan usaha restoran di perhotelan).

THR wajib diberikan oleh perusahaan dan wajib dibayarkan paling lambat tanggal tujuh hari sebelum hari raya.

Perusahaan juga dapat memberikan fasilitas kerja berupa sarana/peralatan tertentu yang disediakan karena suatu jabatan atau pekerjaan tertentu atau kepada seluruh pekerja seperti fasilitas kendaraan, kendaraan antar jemput, atau makan gratis.

Jika fasilitas tersebut ternyata tidak tersedia atau tidak mencukupi, perusahaan dapat menggantinya dengan uang pengganti fasilitas kerja.

Uang servis pada usaha perhotelan dan usaha restoran di perhotelan wajib dibagikan kepada pekerja setelah dikurangi risiko kehilangan atau kerusakan dan pendayagunaan peningkatan kualitas SDM.


#2. Penentuan Upah Minimum Buruh atau Karyawan


Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur setiap tahun berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, sebagai jaring pengaman, yang merupakan upah bulanan terendah yang terdiri atas upah tanpa tunjangan atau upah pokok termasuk tunjangan.

Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun pada perusahaan yang bersangkutan. Upah bagi pekerja/buruh yang telah bekerja 1 tahun atau lebih dirundingkan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

Adapun Formula perhitungan Upah Minimum sebagai berikut:

UMn  = UMt  + {UMt  x (Inflasi t  + % ∆ PDB t )}

dimana:

UMn = Upah Minimum yang akan ditetapkan.
UMt  = Upah Minimum tahun berjalan.
Inflasi t = Inflasi yang dihitung dari periode September tahun yang lalu sampai dengan periode September tahun berjalan.
∆ PDB t = Pertumbuhan produk domestik bruto yang dihitung dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang mencakup periode Kwartal III dan IV tahun sebelumnya dan Kwartal I dan II tahun berjalan.

#3. Upah Kerja Lembur


Upah kerja lembur wajib diberikan oleh pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja, atau pada istirahat mingguan, atau dipekerjaka pada hari libur resmi, sebagai kompensasi kepada pekerja/buruh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

#4. Upah Tidak Masuk Kerja Karena Berhalangan


Pekerja/buruh tidak masuk kerja atau tidak melaksanakan pekerjaan karena berhalangan yaitu dengan alasan:

a. Sakit


Bagi pekerja/buruh yang sakit sehingga tidak dapat masuk kerja/tidak dapat melaksanan pekerjaannya, maka upah yang dibayarkan adalah:
  • untuk 4 bulan pertama: 100% dari upah.
  • untuk 4 bulan kedua: 75% dari upah.
  • untuk 4 bulan ketiga: 50% dari upah.
  • untuk bulan selanjutnya: 25% dari upah sebelum PHK dilakukan oleh pengusaha.

b. Bagi perempuan, sakit pada hari pertama dan kedua masa haid


Upah yang diberikan disesuaikan dengan jumlah hari menjalani masa sakit haidnya, paling lama 2 hari.

c. Alasan penting Lainnya


Alasan lain pekerja/buruh berhalangan tidak masuk kerja/tidak dapat melakukan pekerjaan adalah karena:
  • pekerja/buruh yang bersangkutan menikah: upah dibayar untuk selama 3 hari;
  • menikahkan anaknya: upah dibayar untuk selama 2 hari;
  • mengkhitankan anaknya: upah dibayar untuk selama 2 hari;
  • membaptiskan anaknya: upah dibayar untuk selama 2 hari;
  • istri melahirkan atau keguguran: upah dibayar untuk selama 2 hari;
  • suami, isteri, orang tua, mertua, anak, dan/atau menantu meninggal dunia: upah dibayar untuk selama 2 hari; atau
  • anggota keluarga selain di atas yang tinggal dalam satu rumah meninggal dunia: : upah dibayar untuk selama 1 hari.

#5. Upah Tidak Masuk Kerja Karena Melakukan Kegiatan Lain di Luar Pekerjaannya


Alasan pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena melakukan kegiatan
lain di luar pekerjaannya meliputi:

a. Menjalankan kewajiban terhadap negara



Terhadap pekerja/buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara, ketentuan upahnya adalah:
  • Pekerja/Buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara tidak melebihi 1 tahun dan penghasilan yang diberikan oleh negara kurang dari besarnya Upah yang biasa diterima Pekerja/Buruh, Pengusaha wajib membayar kekurangannya.
  • Pekerja/Buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara tidak melebihi 1 tahun dan penghasilan yang diberikan oleh negara sama atau lebih besar dari Upah yang biasa diterima Pekerja/Buruh, Pengusaha tidak wajib membayar.
  • Pekerja/Buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pengusaha.

b. Menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan agamanya


Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja atau tidak melakukan
pekerjaannya karena menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan oleh agamanya sebesar Upah yang diterima oleh Pekerja/Buruh dengan ketentuan hanya sekali selama Pekerja/Buruh bekerja di Perusahaan yang bersangkutan.

c. Melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan Pengusaha dan dapat dibuktikan dengan adanya pemberitahuan tertulis


Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh sebesar Upah yang biasa diterima oleh Pekerja/Buruh

d. Melaksanakan tugas pendidikan dari Perusahaan.


Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena melaksanakan tugas pendidikan dari Perusahaan sebesar Upah yang biasa diterima oleh Pekerja/Buruh.

e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya


Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya sebesar Upah yang biasa diterima oleh Pekerja/Buruh.

#6. Bentuk dan Cara Pembayaran Upah


Penetapan Upah


Upah ditetapkan berdasarkan
  • Satuan Waktu: harian, mingguan, bulanan; dan/atau
  • Satuan Hasil: sesuai dengan hasil pekerjaan yang telah disepakati.
Jika upah dibayar harian, perhitungan upahnya:
  • Waktu kerja 6 hari dalam seminggu, Upah Sehari = Upah 1 bulan : 25.
  • Waktu kerja 5 hari dalam seminggu, Upah Sehari = Upah 1 bulan : 21.

Cara Pembayaran Upah


Pembayaran upah paling cepat seminggu sekali atau paling lambat sebulan sekali kecuali perjanjian kerja untuk waktu kurang dari 1 minggu.

Pembayaran upah harus menggunakan mata uang rupiah. Pembayaran upah bisa secara langsung atau transfer bank.

#7. Denda dan Potongan Upah


Denda


Pengusaha atau pekerja/buruh yang melanggar ketentuan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan,atau Perjanjian Kerja Bersama karena kesengajaan atau kelalaiannya dikenakan denda apabila diatur secara tegas dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Pengusaha yang terlambat membayar dan/atau tidak membayar Upah dikenai denda, dengan ketentuan:

  • mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya Upah dibayar, dikenakan denda sebesar 5% untuk setiap hari keterlambatan dari Upah yang seharusnya dibayarkan;
  • sesudah hari kedelapan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana di atas ditambah 1% untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan 1 bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari Upah yang seharusnya dibayarkan; dan
  • sesudah sebulan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana kedua denda di atas ditambah bunga sebesar suku bunga yang berlaku pada bank pemerintah.

Pengenaan denda tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar upah kepada pekerja/buruh.

Pengusaha yang terlambat membayar THR keagamaan kepada pekerja/buruh dikenai denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar.

Pengenaan denda tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerja/buruh.

Pemotongan Upah


Pemotongan upah untuk denda, ganti rugi, dan/atau uang muka upah dilakukan sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau peraturan kerja bersama.

Pemotongan upah untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan jika ada surat kuasa dari pekerja/buruh, kecuali untuk semua kewajiban kepada negara, atau iuran jaminan sosial.

Pemotongan upah untuk pembayaran hutang atau cicilan hutang dan/atau sewa barang milik perusahaan harus dilakukan berdasarkan kesepakatan tertulis.

Sedangkan pemotongan upah karena adanya kelebihan pembayaran upah dilakukan tanpa persetujuan pekerja/buruh.


#8. Hal-hal yang Dapat Diperhitungkan dengan Upah


Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah terdiri atas: denda, ganti rugi, pemotongan upah untuk pihak ketiga, uang muka upah, sewa rumah dan/atau sewa barang-barang milik perusahaan yang disewakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh, hutang atau cicilan hutang pekerja/buruh kepada pengusaha, dan/atau kelebihan pembayaran upah.

#9. Struktur dan Skala Pengupahan yang Proporsional


Struktur dan Skala Pengupahan dimaksudkan untuk:
  • mewujudkan Upah yang berkeadilan;
  • mendorong peningkatan produktivitas di Perusahaan;
  • meningkatkan kesejahteraan Pekerja/Buruh; dan
  • menjamin kepastian Upah dan mengurangi kesenjangan antara Upah terendah dan tertinggi.
Struktur dan Skala Upah wajib dususun oleh Pengusaha dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi. Selanjutnya Struktur dan Skala Pengupahan wajib diberitahukan kepada seluruh Pekerja/Buruh.

#10. Upah untuk Pembayaran Pesangon


Komponen upah sebagai dasar perhitungan pesangon terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap. Dalam hal pengusaha memberikan upah kepada pekerja/buruh tanpa tunjangan, dasar perhitungan pesangon adalah upah yang diterima pekerja/buruh.

Ketentuan pembayaran pesangon:
  • Jika penghasilan dihitung harian, penghasilan sebulan = 30 x penghasilan sehari.
  • Jika penghasilan dihitung berdasarkan satuan hasil, potongan/borongan, atau komisi, penghasilan sehari = penghasilan rata-rata per hari selama 12 bulan terakhir dan tidak boleh kurang dari UMP/UMK/UMR.
  • Jika pekerjaan tergantung kepada cuaca dan upahnya borongan, perhitungan upah sebulan = upah rata-rata 12 bulan terakhir.

#11. Upah untuk Perhitungan Pajak Penghasilan.


Upah untuk keperluan PPh dihitung dari seluruh penghasilan yang diterima oleh pekerja/buruh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PPh dapat dibebankan kepada pengusaha atau pekerja/buruh sesuai perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Baca Juga: Cara Mencairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan.

Untuk selengkapnya mengenai Pengupahan anda Download PP Nomor 78 Tahun 2015.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel